DESKRIPSI FENOMENA GEOLOGIS
KAWASAN TULUNGAGUNG-TRENGGALEK SELATAN
A. Pendahuluan
Pembahasan mengenai fenomena geologis di suatu
daerah pada dasarnya identik dengan pembahasan mengenai proses geologi yang
terjadi di daerah bersangkutan. Proses geologi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu proses endogen dan proses eksogen. Kedua proses
tersebut terjadi secara bersamaan dan antara proses yang satu dengan yang lain
sering sulit untuk dipisahkan.
Fenomena geologis kawasan Tulungagung Selatan yang ada
sekarang ini merupakan hasil bentukan proses geologi yang telah berlangsung
sejak jutaan tahun yang silam. Menurut Bemmelen ( 1946 ) dan Marks proses geologi Mintakat Jawa bagian
selatan termasuk kawasan Tulungagung Selatan dan Trenggalek secara ringkas
dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Pada awal Paleogen bersama –
sama dengan Sumatera dan Kalimantan Pulau Jawa masih merupakan suatu daratan
dengan Benua Asia yang disebut dengan Tanah Sunda. Pada saat itu di bagian selatan Jawa mulai muncul sederetan
pegunungan.
Pada Eosen terjadi perubahan
yang cukup berarti, yaitu Pulau Jawa yang semula secara keseluruhan berupa
daratan, pada saat ini bagian utaranya tergenang oleh air laut dan membentuk
cekungan geosinklin. Pada saat yang sama, bagian selatan Pulau Jawa justru
terangkat dan membentuk geantiklin yang disebut dengan geantiklin Jawa
Tenggara.
Pada kala berikutnya, yaitu Oligosen hampir seluruh
Pulau Jawa terangkat menjadi geantiklin yang disebut geantiklin Jawa. Fenomena
baru yang ada di Pulau Jawa pada saat ini adalah munculnya beberapa gunung api
di bagian selatan pulau ini.
Pulau Jawa yang semula merupakan geantiklin berangsur –
angsur mengalami penurunan lagi, sehingga pada Miosen Bawah terjadinya genang
laut makin meluas. Gunung api yang bermunculan di bagian selatan membentuk
pulau – pulau gunung api. Hanya di sepanjang pulau – pulau tersebut secara
setempat – setempat tidak dijumpai genang laut. Pada pulau – pulau tersebut
terdapat endapan breksi vulakanik dan disekitarnya secara berganti –
berganti terjadi pengendapan batuan –
batuan vulkanik dan endapan – endapan laut. Semakin jauh dari pantai terbentuk
endapan gamping koral dan gamping foraminifera.
Pada Miosen Tengah di sepanjang selatan Pulau Jawa
pembentukan gamping koral terus berkembang dan diselingi dengan batuan
vulkanik. Kemudian pada Miosen Atas terjadi pengangkatan pada seluruh lengkung
Sunda – Bali dan bagian selatan Jawa termasuk
kawasan Tulungagung Selatan terangkat menjadi pegunungan. Keberadaan pegunungan
selatan Jawa ini tetap bertahan sampai sekarang dengan batuan penyusun yang
didominasi oleh batuan kapur yang dibeberapa tempat diselingi oleh munculnya
“vulcanic neck” atau bentuk intrusi yang lain.
Akhirnya pada Pliosen terjadi peningkatan kegiatan
vulkanik, tetapi kegiatan vulkanik pada saat ini telah bergeser dari bagian
selatan Jawa ke jalur di sebelah utaranya, yaitu seperti jalur gunung api yang
sekarang ada di Pulau Jawa.
Dari uraian singkat mengenai sejarah geologi tersebut di
atas dapat diketahui bahwa proses geologi yang menonjol sehingga mewarnai
secara dominan fenomena geologi dikawasan Tulungagung selatan adalah berupa
munculnya gunung api (vulkanisme), tumbunya koral dan foraminifera yang
membentuk endapan sedimen organik yang berupa batuan kapur dengan endapan yang
sangat tebal (sedimentasi) dan pengangkatan
kawasan tersebut hingga membentuk pegunungan (tektonik). Bersama dengan
aktivitas – aktivitas tersebut diatas proses eksogen juga melakukan
aktivitasnya, bahkan aktivitas proses ini terus berlangsung hingga saat ini.
B.
Vulkanisme
Kegiatan vulkanisme yang ada di daerah ini sekarang
tinggal bekas – bekasnya saja, yaitu berupa batuan beku hasil pembekuan magma
yang ada pada lubang diatrema (sumbat lava) yang disebut juga dengan vulkanic neck maupun dalam bentuk intrusi yang tersingkap di
beberapa tempat.
Keberadaan batuan beku di kawasan ini merupakan fenomena
yang sangat menarik. Hal ini
disebabkan karena batuan tersebut berada ditengah – tengah daerah yang sebagian
besar tersusun dari batuan kapur. Batuan beku yang berupa vulkanic
neck yang ada di kawasan ini secara keseluruhan merupakan batuan masif yang
secara morfologis muncul lebih tinggi daripada daerah sekitarnya dengan dinding
– dinding yang sangat terjal. Batuan tersebut membetuk
struktur aliran dengan arah tegak lurus. Hal ini sebagai bukti bahwa batuan
beku yang ada di kawasan ini terjadi dari pembekuan magma yang terperangkap
dalam lubang diatrema dari vulkan – vulkan aktif yang pernah ada di kawasan
ini.
Bentukan intrusi
juga tersingkap di beberapa
tempat, salah satunya terdapat di salah satu sisi pantai Pasir putih yang terletak di teluk Prigi Kecamatan
Watulimo. Intrusi ini
tersingkap karena adanya abrasi gelombang laut.
Ditinjau dari sejarah
geologinya seperti yang telah dikemukakan di atas, vulkan – vulkan di kawasan
ini muncul pada kala Oligosen. Pada saat itu kawasan
tersebut masih berupa laut, sehingga vulkan – vulkan tersebut membentuk pulau –
pulau gunung api. Selanjutnya
pada Miosen bawah koral dan foraminifera
tumbuh di sekitar pulau – pulau tersebut dan membentuk sedimen organik yang
berupa batuan kapur. Pada Miosen Atas, daerah ini mulai terangkat sehingga
membentuk sedimen organik yang berupa batuan kapur.
Pada Miosen Atas, daerah ini
mulai terangkat sehingga membentuk pegunungan seperti saat ini. Dari sejarah geologi tersebut “keanehan” keberadaan batuan beku
seperti tersebut di atas dapat dijelaskan. Jenis batuan beku di kawasan ini
adalah andesit dan tersebar pada beberapa tempat antara lain berupa Gunung
Sikambe dengan ketinggian 838 meter dan Gunung Suwur dengan ketinggian 855
meter. Kedua gunung tersebut terdapat di Desa Watuagung Kecamatan Watulimo yang
tidak lain sebenarnya adalah vulcanic
neck. Contoh lain yang menunjukkan kenampakan cukup bagus adalah Gunung
Tanggul (660 meter) yang terdapat di Desa Bandung Kecamatan Besuki.
Studi secara mendalam dari batuan beku di kawasan ini
dapat dilakukan pada Gunung Sikambe yang terletak di Desa Watuagung. Studi di
sini dapat dilakukan antara lain mengenai analisis susunan mineral, tekstur dan
struktur batuannya serta proses-proses geologis lain yang telah dan sedang
berpengaruh terhadap batuan tersebut.
C.
Tektonik.
Aktivitas tektonik di Pulau Jawa bagian selatan termasuk
kawasan Tulungagung dan Trenggalek selatan sudah berlangsung sejak awal Paleogen,
yaitu dengan munculnya sederetan pegunungan. Pengangkatan terus berlangsung
sehingga pada kala eosen daerah tersebut telah berkembang menjadi geantiklin
ini disertai dengan munculnya sederetan gunung api. Selanjutnya pada Miosen
terjadi penurunan hingga daerah ini mengalami genang laut sedang gunung api
yang ada muncul sebagai pulau-pulau gunung api dan disekitar pulau-pulau
tersebut tumbuh koral dan foraminifera yang membentuk endapan kapur. Peristiwa
terakhir yang secara tektonik memberikan warna dominan pada kawasan Tulungagung
selatan terjadi pada Miosen atas. Pda saat itu terjadi pengangkatan daerah
tersebut dan membentuk pegunungan selatan seperti yang ada saat ini.
Berdasarkan kemiringan lapisan batuan (dip) yang ada di
daerah ini dapat diketahui bahwa pengangkatan yang terjadi di kawasan ini
berlangsung dengan kekuatan yang tidak sama. Dip yang mengarah ke Samudera Hindia menunjukkan
bahwa pengangkatan di bagian utara kawasan ini lebih kuat daripada bagian
selatan. Lapisan batuan kapur di kawasan ini banyak
yang telah tersingkap sehingga studi mengenai stratigrafi dapat dilakukan
dengan baik namun pengangkatan yang semakin kuat di bagian utara tidak bisa
terus berlanjut, karena di bagian utara dari kawasan ini justru terjadi patahan
yang membentuk gawir (escarpment) yang cukup terjal. Gawir yang ada di kawasan
ini sebenarnya merupakan bagian dari gawir yang berskala lebih luas yang
membentang dari Jawa Tengah bagian selatan hingga bagian selatan Jawa Timur
bagian timur.
Untuk kawasan Tulungagung selatan gawir tersebut dapat
diikuti sejak dari sebelah selatan Desa Besole Kecamatan Campurdarat, sebelah
selatan Desa Badung Kecamatan Besuki sampai di Desa Nglampir Kecamatan
Watulimo. Gawir yang ada di
kawasan tersebut memberikan gambaran yang sangat jelas yang berupa singkapan
mengenai struktur lapisan- lapisan batuan yang menyusun kawasan ini. Melalui
singkapan ini dapat dilakukan studi stratigrafi secara seksama seperti jenis
batuan, kemiringan lapisan batuan, arah lapisan batuan, ketebalan lapisan
batuan dan lain-lain sehingga proses-proses geologis yang pernah dan sedang
berlangsung dapat dianalisis.
Singkapan batuan tidak hanya terdapat di sepanjang gawir
saja. Di Pantai Popoh yang berhadapan dengan laut lepas juga terdapat singkapan
yang sangat bagus. Ada
yang menarik dari singkapan yang ada di tempat ini, yaitu diantara beberapa
lapisan batuan kapur tersisip suatu lapisan yang berbentuk lensa tipis yang
terdiri dari jenis batuan lain, yaitu terdiri dari batuan pasir. Berdasarkan material penyusunnya, maka
kemungkinan batuan ini merupakan hasil aktivitas vulkanik yang ada pada saat
koral dan foraminifera mulai tumbuh pada Miosen Bawah. Sebagai
objek studi mengenai stratigrafi dapat dilaksanakan di sini dengan baik karena
tempat ini mudah terjangkau dan lapisan batuannya cukup bervariasi. Singkapan
yang ada di sini dibentuk oleh hantaman gelombang (abrasi) dari Samudra Hindia.
Singkapan yang terjadi oleh abrasi juga ditemukan di sepanjang bekas pantai
klif di Teluk Sidem, namun keberadaannya telah banyak terganggu oleh bangunan
pembangkit listrik tenaga air di tempat ini.
Pengamatan terhadap salah satu singkapan batuan yang ada
di gawir utara dapat dilakukan dari Desa Nglampir. Dari tempat ini, yaitu dari
salah satu bagian ruas jalan raya yang menghubungkan kota Tulungagung – Pantai Prigi, dapat
diamati secara jelas singkapan lapisan-lapisan batuan kapur yang ada.
Pada singkapan tersebut dapat diamati ketebalan
lapiasan-lapisan, kemiringan lapisan batuan yang bervariasi, bahkan dibeberapa
bagian terjadi struktur patahan yang sifatnya lokal. Prosese-proses eksogen
terhadap batuan tersebut juga dapat diamati di sini. Dari tempat ini juga dapat
diadakan pengamatan secara bagus sekali terhadap dua buah bekas vulkan yang
membentuk vulkanic neck yang sekarang merupakan “menara” batuan beku
yang menjulang jauh lebih tinggi daripada tempat-tempat disekitarnya. Kedua
bekas vulkan tersebut adalah Gunung Suwur dan Gunung Sikambe.
Dengan mengamati singkapan yang ada di Desa Nglampir,
maka dapat di ketahui bahwa secara setmpat-setempat terjadi perbedaan kekuatan
pengangkatan, namun secara umum sediment batuan gamping di kawasan Tulungagung/Trenggalek
selatan mempunyai dip dengan kecenderungan miring kearah selatan (Samudra
Hindia).
Dua aktivitas geologi yang
berupa vulkanisme dan tektonik berkaitan erat dengan terdapatnya batuan
metamorf di kawasan Tulungagung selatan. Jenis batuan metamorf yang ada di
kawasan ini adalah marmer, yaitu merupakan malihan dari batuan kapur.
Mengenai proses terjadinya
batuan marmer di daerah ini ada dua kemungkinan yang menyebabkannya, yang
pertama adalah adanya aktivitas vulkanisme dan yang kedua adalah karena adanya
proses tektonik yang telah berlangsung di daerah ini.
Kemungkinan prosese vulkanik
yang menyebabkannya bisa saja terjadi, karena meskipun kegiatan vulkan di
kawasan ini pada umumnya muncul lebih dulu dari terbentuknya endapan batuan kapur, aktivitas
vulkanisme yang berupa intrusi di daerah ini sebagai suatu kasus dapat saja
muncul setelah pengendapan terjadi. Akibat panas yang ditimbulkan oleh magma
yang barada di bawahnya, maka batuan kapur dapat berubah menjadi marmer
(metamorfosis sentuh). Penjelasan ini barulah
merupakan suatu hipotesis, karena sampai saat ini intrusi seperti yang
diuraikan di atas yang belum dapat dibuktikan keberadaannya.
Di samping belum/ tidak
ditemukannya singkapan intrusi sebagai sumber panas terjadinya metamorfosis
tersebut, kelemahan dari hipotesis tersebut adalah bahwa batuan marmer yang ada
di daerah ini masih mempunyai komposisi mineral yang sama dengan batuan kapur
yang ada disekitarnya. Perbedaan antara marmer dan
kapur di sini hanya terletak pada strukturnya saja, yaitu lebih padat. Padahal
jika benar-benar terjadi melalui metamorfosis sentuh, mestinya komposisi
batuannya juga mengalami perubahan.
Kemungkinan yang kedua adalah bahwa terjadinya batuan
metamorf karena adanya tekanan yang
tinggi yang berasal dari tenaga tektonik yang dialami oleh batuan kapur yang
ada di kawasan ini. Tekanan
yang tinggi ini bisa terjadi ketika pada daerah ini berlangsung aktivitas
tenaga tektonik yang memberi tekanan besar pada batuan kapur yang ada. Jika
kedua kelemahan dalam metamorfosisme sentuh seperti tersebut di atas tidak
dapat di perbaiki, maka kemungkinan yang kedua inilah yang dapat digunakan
untuk menjelaskan terjadinya batuan metamorf di kawasan ini. Batuan metamorf di
kawasan ini tidak tersebar secara meluas, yaitu hanya disekutar Desa Besole.
D.
Pelapukan, Pengikisan
dan Pengendapan
Kawasan Tulungagung/Trenggalek
selatan terdiri dari pegunungan kapur, hasil bentukan aktivitas vulkanisme tua,
dan aluvial bekas rawa dan endapan pasir pantai. Proses eksogen yang terdapat
di pegunungan kapur terutama adalah berupa pelapukan kimiawi, yaitu berupa
pelarutan. Hal ini terlihat jelas pada permukaan batuan
kapur yang ada, yaitu ditandai dengan lubang – lubang sebagai hasil pelarutan.
Batuan kapur yang berlubang – lubang ini dinamakan lapies.
Proses pelarutan yang ada di kawasan di kawasan ini
tampaknya sudah berlangsung secara intensif. Hal ini ditandai dengan ditemukannya gua yang
ukurannya sangat lebar dan panjang, yaitu gua Lowo. Seberapa
panjang gua ini sampai sekarang belum terungkap karena masih banyak bagian dari
gua tersebut yang sampai sekarang belum terjangkau. Di seberapa bagian, lebar
gua ini mencapai 14 meter dengan atap mencapai ketinggian 9 meter.
Beberapa kenampakan khas daerah kapur dapat ditemukan di
dalam gua ini yaitu berupa stalaktit, stalagmit, pilar karstdan rock pendant.
Proses pembentukan stalaktit dan stalagmit di beberapa bagian gua masih terus
berlangsung sehingga merupakan objek studi yang cukup menarik.
Berdasarkan terjadinya, gua Lowo dan juga gua – gua
kapur di daerah yang lain sebenarnya merupakan sungai bawah tanah yang terjadi
melalui proses yang sangat panjang. Proses terjadinya gua ini diawali oleh
proses pelarutan batuan kapur oleh air hujan melalui proses kimiawi.
Pada awalnya proses pelarutan
tersebut hanyalah melalui diaklas – diaklas yang banyak terdapat pada lapisan batuan
kapur. Pelarutan yang terus berlangsung menyebabkan diaklas tersebut berkembang menjadi alur –
alur yang semakin lama semakin lebar. Akumulasi
aliran air membentuk aliran bawah tanah dan aliran ini akan melarutkan dan
mengikis batuan kapur di sepanjang aliran tersebut, sehingga membentuk lubang
yang semakin besar. Melalui proses seperti inilah gua-gua di daerah kapur
terbentuk.
Pada gua-gua yang besar,
kadang-kadang atapnya runtuh sebagai akibat grafitasi dan kurangnya penyangga.
Runtuhan ini berupa lubang yang menghubungkan dunia bawah tanah dengan dunia
luar. Inilah proses yang dapat digunakan untuk
menjelaskan terjadinya Gua Lowo yang terdapat di Desa Watuagung Kecamatan
Watulimo.
Pada dasar Gua Lowo ini terdapat endapan yang berupa
material-material batuan yang bentuknya membulat dan tidak hanya terdiri dari
batuan kapur saja. Beberapa fragmen batuan ternyata dari jenis batuan beku.
Keadaan ini menunjukkan bahwa Gua ini ujungnya lebih jauh dari yang diketahui
sekarang. Berdasarkan bekas-bekas ranting yang tersangkut di bebatuan yang ada
di dasar dan dinding gua menunjukkan bahwa di bagian ujung gua ada lubang yang
menghubungkan gua ini dengan dunia luar. Namun ujung gua yang dimaksud tidak bisa kita jangkau.
Proses eksogen lain yang dapat di amati di pegunungan
kapur adalah berupa aktivitas tumbuh-tumbuhan dengan akar-akarnya yang menyusup
pada lubang-lubang batuan atau diaklas. Hal ini menyebabkan terjadinya
pelapukan organik. Pelapukan semacam ini terdapat dihampir semua bagian
pegunungan kapur. Aktivitas manusia untuk membongkar batuan kapur untuk
pembuatan kapur tohor dan penambangan batuan marmer merupakan bentuk proses
eksogen yang cukup besar pengaruhnya.
Pada pantai laut lepas di
kawasan Popoh hempasan gelombang Samudera Hindia yang sangat dasyat mengikis
pantai tersebut sehingga berkembang sebagai pantai klif. Proses pembentukan pantai klif dapat diamati dengan baik di tempat
ini.
Pada sisi pantai yang lain,
yaitu pantai Teluk Sidem terjadi pengendapan. Faktor yang mempengaruhi
terjadinya pengendapan di teluk Sidem antara lain ada dua yaitu karena bentuk
pantai yang berupa teluk dan adanya materi pengendapan yang berasal dari muara
parit Agung Tulungagaung Selatan.
Dataran yang cukup luas di
sebelah utara pegunungan kapur terbentuk oleh endapan rawa, yaitu rawa
Campurdarat. Rawa ini sekarang sudah
dikeringkan, yaitu dengan cara membuat saluran pematus untuk mengalirkan
air rawa ke Samudera Hindia. Saluran pematus tersebut dibuat dengan membangun
terowongan yang menembus pegunungan kapur selatan. Saluran pematus ini
dinamakan Parit Agung atau Saluran Niyama yang bermuara di Teluk Siden pantai
Popoh. Pada saat ini dataran endapan rawa Campurdarat dikelola penduduk
setempat sebagai sebagai lahan pertanian yang sangat subur.
Sedimen yang terdapat di Teluk
Sidem adalah merupakan sedimentasi hasil pengendapan material – material yang
dihanyutkan oleh saluran pematus Rawa Campurdarat. Proses pengendapan ini sampai
sekarang masih terus berlangsung sehingga daratan pada teluk tersebut semakin bertambah luas ke arah
samudera. Perluasan hasil endapan sedimen ini dapat
diketahui karena batas – batas pantai lama yang berupa pantai klif masih dapat
diamati secara jelas. Hasil perluasan pengendapan di Teluk Sidem saat ini
dikembangkan sebagai perkampungan nelayan dan objek wisata.